Budaya Betawi
Sebagai ibu kota negara Indonesia Jakarta menjadi muara
mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru Nusantara dan dunia.
Meskipun begitu, etnik Betawi diduga sebagai penduduk yang paling awal
mendiami kawasan ini, paling tidak sejak abad ke 2. Dalam buku "Penulusuran sejarah Jawa Barat" (Dinas Kebudayaan Jawa Barat,1984) disebutkan sebuah kerajaan bernama Salakanagara yang didirikan oleh Aki Tirem sudah berdiri di tepi sungai Warakas, Jakarta Utara. Aki Tirem kemudian mengangkat menantunya Dewawarman
menjadi raja. Seorang pelawat asal Tiomgkok, Fa Shien pun pada abad ke 5
mencatat kegiatan komunitas masyarakat yang mendiami daerah aliran
sungai Ciliwung. Merekalah yang kemudian dinamakan manusia proto Melayu
Betawi.
Jakarta kemudian dihuni oleh orang-orang sunda, jawa, bali, maluku, melayu dan dari beberapa daerah lainnya, disamping orang cina, belanda, portugis, dan lain-lain. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk adalah bahasa Melayu dan bahasa portugis yang lebih dari satu abad malang melintang berniaga dan menjajah. Jakarta adalah juga "panci-pelebur" (melting pot) kebudayaan. Banyak kebudayaan dan kesenian dari berbagai penjuru dunia dan nusantara bertemu, saling mempengaruhi, dan akhirnya melebur menjadi identitas baru: Masyarakat Betawi atau Orang Betawi.
Dari masa kemasa Masyarakat Betawi berkembang terus dengan ciri-ciri budaya yang semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Namun bila dikaji lebih mendalam akan tampak unsur-unsur kebudayaan yang mempengaruhinya. Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian dan kebudayaan Betawi sering menunjukkan persamaan dengan kebudayaan dan kesenian dari daerah lain. Bagi masyarakat Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan dirasakan seutuhnya sebagai miliknya sendiri tanpa mempermasalahkan darimana asal unsur-unsur pembentuknya.
Demikian pula sikap terhadap keseniannya sebagai salah satu unsur kebudayaan yang paling luat mengungkapkanciri-ciri kebetawian, terutama pada seni pertunjukkan. Budaya dan kesenian Betawi masih terus berkembang membentuk Kebudayaan Megapolitan. Kesenian betawi tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat secara spontan dengan segala kesederhanaan. Oleh karena itu kesenian Betawi dapat digolongkan sebagai kesenian rakyat. Sebagaimana yang dipaparkan dalam blog ini.
Penduduk Betawi sejak awal sudah sangat heterogen. Kesenian Betawi lahir dari perpaduan berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang hidup di Betawi. Seni Musik Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan itu. Dalam musik betawi terdapat pengaruh Eropa, Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda dan lain-lain.
1. Gambang Kromong
Gambang Kromong diambil dari nama alat musik yaitu gambang dan kromong. juga merupakan perpaduan yang serasi antara unsur pribumi dan Cina. Unsur Cina tampak pada instrumen tehyan, kongahyan, dan sukong. Sementara unsur pribumi berupa kehadiran instrumen seperti gendang, kempul, gong, gong enam, kecrek dan ningnong. Memang pada mulanya gambang kromong adalah ekspresi orang cina peranakan saja. Sampai awal abad ke-19 lagu-lagu gambang kromong masih dinyanyikan dengan bahasa cina. Baru pada dasawarsa pertama abad ke-20 retepertoar lagu gambang kromong diciptakan dalam bahasa betawi. Belakangan dalam setiap pegelarannya gambang kromong selalu membawakan lagu-lagu dari khazanah cina dan betawi. Seperti lagu-lagu Instrumental (phobin) berjudul Ma Su Thay, Kong Jie Lok, Phe Pan Thaw, Ban Kie Hwa, Phe Boo Than, Bon Liauw, dan "Lagu Sayur" berjudul, antara lain, Cente manis, Kramat karem, Sirih Kuning, Glatik Ngunguk, Surilang, Lenggang Kangkung, Kudebel, Stambul Jampang, dan Jali-Jali Kembang Siantan.
Gambang Kromong sangat terbuka menerima kemungkinanpengembangan. Itulah sebabnya dikenal gambang kromong kombinasai. Gambang Kromong Kombimasi disebut juga Gambang Kromong Modern. dikatakan kombinasi karena alat musik asli ditambah atau dikombinasikan dengan alat musik barat seperti: Gitar, gitar melodi, bass, organ, saksofon, drum, dan sebagainya. Gambang Kromong Kombinasi dapat memenuhi semua keinginan penonton. Dapat dibawakan jenis lagu dangdut, kroncong, pop bahkan gambus
2. Gambang Rancag
Gambang Rancag bisa disebut sebagai pertunjukan musik sekaligus teater, bahkan sastra. Ia terdiri dari dua unsur yaitu Gambang dan Rancag. Gambang berarti musik pengiringnya dan Rancag adalah cerita yang dibawakannya dalam bentuk pantun berkait. Umumnya membawakan lakon-lakon jagoan seperti Si Pitung, Si Jampang dan si Angkri. Pantun berkait ini dinyanyikan oleh dua orang bergantian . Sama dengan berbalas Pantun.
Pagelaran Gambang Rancag selalu terbagi atas tiga bagian. Bagian pembukaan yang di isi dengan lagu-lagu phobin yang berfungsi mengumpulkan penonton. Bagian kedua diisi dengan menampilkan lagu-lagu hiburan atau "Lagu Sayur". Bagian ini berfungsi sebagai selingan sebelum ngerancag dimulai. Kedua jenis lagu ini sama sengan yang dinyanyikan dalam gambang kromong. Bagian ketiga rancag. Lagu-Lagu yang dibawakan dalam merancag adalah Dendang Surabaya, Gelatik Nguknguk, Persi, Phobin Jago, Phobin Tintin, dan Phobin Tukang Sado.
Setiap pemain rancag bukan hanya harus mampu bernyanyi tetapi juga harus punya kemampuan untuk menyusun pantun dan hafal jalan cerita yang akan dibawakan. Dia harus hafal lakon-lakon yang akan dimainkan.
Contoh : Dua bait Rancag Si Pitung :
3. Gamelan Ajeng
4. Gamelan Topeng
5. Keroncong Tugu
8. Rebana
9. Orkes Gambus
Sampyong sebagai orkes tanpa laras, sampyong merupakan musik rakyat Betawi pinggiran yang paling sederhana dibandingkan dengan musik betawi lainnya. Nama musik ini berasal dari satu alat musik yang bernama Sampyong (semacam kordofan bambu berdawai dua utas). Di Pasundan alat musik ini disebut celembung, di Jawa tengah dinamakan gumbreng dan di Jawa Timur disebut gunlang. Alat musik lainnya adalah sejenis gambang empat bilah terbuat dari bambu kayu dan ancaknya (talam dibuat dari anyaman bambu, lidi atau lidi nyiur) terbuat dari gedebong pisang. Ada pula yang menambahnya dengan dua buah tanduk kerbau yang dibunyikan dengan cara digesek-gesekan.
11. Marawi
Marawis hampir sama dengan rebana yang menggunakan perkusi sebagai alat musik utamanya. Perbedaan dengan rebana terdapat pada jenis dan ukuran alat perkusinya. Jika pada rebana hanya satu sisi kendang yang tertutup maka pada marawis kedua sisinya tertutup kendang.
Teater Tradisional Betawi merupakan pertunjukan yang membawakan lakon atau cerita, baik dengan atau tanpa tutur kata. Ondel-ondel dan gemblokan termasuk teater tanpa tutur kata. Sementara teater dengan tutur kata bisa dibedakan antara teater atau lakom yang dituturkan oleh seorang atau lebih, seperti sahibul hikayat, dan teater yang ceritanya dimainkan oleh sejumlah pemain atau boneka seperti wayang dan lenong.
1. Ondel-ondel
2. Gemblokan
3. Gambang Rancag
4. Wayang Kulit
5. Wayang Golek
6. Topeng
7. Lenong
8. Jipeng
9. Jinong
10. Blantek
11. Tonil Samrah
12. Ubrug
13. Wayang Si Ronda
14. Wayang Dermuluk
15. Wayang Senggol
16. Wayang Sumedar
17. Wayang Wong
Jakarta kemudian dihuni oleh orang-orang sunda, jawa, bali, maluku, melayu dan dari beberapa daerah lainnya, disamping orang cina, belanda, portugis, dan lain-lain. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk adalah bahasa Melayu dan bahasa portugis yang lebih dari satu abad malang melintang berniaga dan menjajah. Jakarta adalah juga "panci-pelebur" (melting pot) kebudayaan. Banyak kebudayaan dan kesenian dari berbagai penjuru dunia dan nusantara bertemu, saling mempengaruhi, dan akhirnya melebur menjadi identitas baru: Masyarakat Betawi atau Orang Betawi.
Dari masa kemasa Masyarakat Betawi berkembang terus dengan ciri-ciri budaya yang semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Namun bila dikaji lebih mendalam akan tampak unsur-unsur kebudayaan yang mempengaruhinya. Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian dan kebudayaan Betawi sering menunjukkan persamaan dengan kebudayaan dan kesenian dari daerah lain. Bagi masyarakat Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan dirasakan seutuhnya sebagai miliknya sendiri tanpa mempermasalahkan darimana asal unsur-unsur pembentuknya.
Demikian pula sikap terhadap keseniannya sebagai salah satu unsur kebudayaan yang paling luat mengungkapkanciri-ciri kebetawian, terutama pada seni pertunjukkan. Budaya dan kesenian Betawi masih terus berkembang membentuk Kebudayaan Megapolitan. Kesenian betawi tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat secara spontan dengan segala kesederhanaan. Oleh karena itu kesenian Betawi dapat digolongkan sebagai kesenian rakyat. Sebagaimana yang dipaparkan dalam blog ini.
Penduduk Betawi sejak awal sudah sangat heterogen. Kesenian Betawi lahir dari perpaduan berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang hidup di Betawi. Seni Musik Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan itu. Dalam musik betawi terdapat pengaruh Eropa, Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda dan lain-lain.
1. Gambang Kromong
Gambang Kromong diambil dari nama alat musik yaitu gambang dan kromong. juga merupakan perpaduan yang serasi antara unsur pribumi dan Cina. Unsur Cina tampak pada instrumen tehyan, kongahyan, dan sukong. Sementara unsur pribumi berupa kehadiran instrumen seperti gendang, kempul, gong, gong enam, kecrek dan ningnong. Memang pada mulanya gambang kromong adalah ekspresi orang cina peranakan saja. Sampai awal abad ke-19 lagu-lagu gambang kromong masih dinyanyikan dengan bahasa cina. Baru pada dasawarsa pertama abad ke-20 retepertoar lagu gambang kromong diciptakan dalam bahasa betawi. Belakangan dalam setiap pegelarannya gambang kromong selalu membawakan lagu-lagu dari khazanah cina dan betawi. Seperti lagu-lagu Instrumental (phobin) berjudul Ma Su Thay, Kong Jie Lok, Phe Pan Thaw, Ban Kie Hwa, Phe Boo Than, Bon Liauw, dan "Lagu Sayur" berjudul, antara lain, Cente manis, Kramat karem, Sirih Kuning, Glatik Ngunguk, Surilang, Lenggang Kangkung, Kudebel, Stambul Jampang, dan Jali-Jali Kembang Siantan.
Gambang Kromong sangat terbuka menerima kemungkinanpengembangan. Itulah sebabnya dikenal gambang kromong kombinasai. Gambang Kromong Kombimasi disebut juga Gambang Kromong Modern. dikatakan kombinasi karena alat musik asli ditambah atau dikombinasikan dengan alat musik barat seperti: Gitar, gitar melodi, bass, organ, saksofon, drum, dan sebagainya. Gambang Kromong Kombinasi dapat memenuhi semua keinginan penonton. Dapat dibawakan jenis lagu dangdut, kroncong, pop bahkan gambus
2. Gambang Rancag
Gambang Rancag bisa disebut sebagai pertunjukan musik sekaligus teater, bahkan sastra. Ia terdiri dari dua unsur yaitu Gambang dan Rancag. Gambang berarti musik pengiringnya dan Rancag adalah cerita yang dibawakannya dalam bentuk pantun berkait. Umumnya membawakan lakon-lakon jagoan seperti Si Pitung, Si Jampang dan si Angkri. Pantun berkait ini dinyanyikan oleh dua orang bergantian . Sama dengan berbalas Pantun.
Pagelaran Gambang Rancag selalu terbagi atas tiga bagian. Bagian pembukaan yang di isi dengan lagu-lagu phobin yang berfungsi mengumpulkan penonton. Bagian kedua diisi dengan menampilkan lagu-lagu hiburan atau "Lagu Sayur". Bagian ini berfungsi sebagai selingan sebelum ngerancag dimulai. Kedua jenis lagu ini sama sengan yang dinyanyikan dalam gambang kromong. Bagian ketiga rancag. Lagu-Lagu yang dibawakan dalam merancag adalah Dendang Surabaya, Gelatik Nguknguk, Persi, Phobin Jago, Phobin Tintin, dan Phobin Tukang Sado.
Setiap pemain rancag bukan hanya harus mampu bernyanyi tetapi juga harus punya kemampuan untuk menyusun pantun dan hafal jalan cerita yang akan dibawakan. Dia harus hafal lakon-lakon yang akan dimainkan.
Contoh : Dua bait Rancag Si Pitung :
Ambil simping asalnya kerang
Pasang pelita terang digantung
Pasang kuping nyatalah biar terang
digambang rancag buka rancag Jago Bang Pitung.
Pasang pelita terang digantung
Pisang kepok yang mude-mude
Buka Rancag Jago Bang Pitung
Sagalenye Pitung ngerampog di wetan bagian Marunde
Pasang pelita terang digantung
Pasang kuping nyatalah biar terang
digambang rancag buka rancag Jago Bang Pitung.
Pasang pelita terang digantung
Pisang kepok yang mude-mude
Buka Rancag Jago Bang Pitung
Sagalenye Pitung ngerampog di wetan bagian Marunde
Merupakan
musik folklorik Betawi yang mendapat pengarugh dari musik sunda.
Beberapa darah di Pasundan terdapat pula gamelan ajeng. Seperti di
kecamatan Kawali, Ciamis Jawa Barat. Meskipun begitu perkembangan
kemudian membedakan gamelan ajeng di Betawi dengan gamelan serupa di
Pasundan. Gamelan Ajeng Gandaria pimpinan Radi Suardi misalnya memainkan
lagu-lagu seperti Carabali, Timblang, Gagamblangan, Matraman, Banjaran,
Jiro, dan lagu-lagu lain yang tidak ada di gamelan ajeng pasundan.
Sementara lagu-lagu yang terdapat di gamelan ajeng pasundan adalah
Papalayan, Engko, Titipati, Bayeman, Papalayan Bayut, dan Bondol Hejo.
Instrumen
musik gamelan ajeng terdiri dari kromong sepuluh pencin, terompet,
gendang (dua gndang besar, dua kulanter), dua saron, bende, cemes
(semacam cecempres), kecrek. Kadang-kadang ada juga yang menggunakan dua
gong : Gong Laki-laki dan Gong Perempuan.
Gamelan
ajeng biasa digunakan untuk memeriahkan hajatan, seperti khitanan atau
perkawinan. Pada mulanya tidak biasa digunakan untuk pengiring tarian,
tapi pada perkembangannya gamelan ajng kemudian digunakan pula untuk
mengiringi tarian yang disebut "Blenggo Ajeng". Belakangan ini, sesuai
dengan perkembangan zaman dan untuk memuaskan penontonnya, gamelan ajeng
juga memainkan lagu-lagu sunda pop. Bahkan ada pula yang digunakan
untuk mengiringi tari jaipong.
Gamelan
Topeng adalah seperangkat gamelan untuk mengiringi topeng Betawi,
sebagaimana gambang kromong untuk mengiringi pertunjukan lenong. Gamelan
topeng merupakan penyederhanaan dari gamelan lengkap. Terdiri dari
rebab, sepasang gendang (gendang besar dan kulanter), ancang kenong
berpencong tiga, kecrek, kempul yang digantung dan sebuah gong tahang
atau gong angkong. Kenong berpencong tiga di sini ditabuh oleh dua
panjak. Yang pertama menabuh pencon kenong (“ngenong”), yang satu lagi
menabuh kenceng atau pinggiran kenong (“ngenceng”). Lantaran
penyederhanaan ini gamelan topeng bisa dibawa berkeliling untuk “ngamen”
dari kampung ke kampung. Terutama pada saat perayaan tahun baru, baik
Masehi maupun Imlek, sebagaimana dilakukan rombongan almarhum Haji Bokir
pada era 1950-an.
Pemukulan
kempul memegang peranan penting dalam pertunjukan topeng sebab ia
menandakan pertunjukan akan segera dimulai. Setelah itu dilanjutkan
dengan gesekan rebab tunggal (“arang-arangan”). Panjangnya tergantung
kesempatan, tetapi ia juga berfungsi untuk mengumpulkan panjak yang
belum siap di tempat. Setelah arang-arangan dilanjutkan dengan “talu”
atau “tetalu” yang ditabuh lebih keras dari sebelumnya dan berfungsi
untuk mengumpulkan penonton. Setelah itu barulah pertunjukan pendahuluan
atau pralakon bermula, yakni pertunjukan tari-tarian. Pralakon
berlangsung melalui “Lipetgandes” yang dilakukan oleh seorang bodor dan
ronggeng topeng (penari topeng). Setelah selesai, bermulalah pertunjukan
inti. Dalam pergelaran lakon, panjang atau pendek, gamelan berfungsi
sebagai tanda pergantian babak, untuk memberikan aksentuasi gerakan dan
jalan cerita.
Ada dua repertoar yang biasa dibawakan
gamelan
topeng. Pertama lagu-lagu “dalem” seperti Kang Aji, Gendol Ijo,
Glenderani, dan sebagainya. Kedua, lagu-lagu “luar”, yaitu lagu-lagu
yang biasa diperdengarkan berdasarkan permintaan penonton. Antara lain,
Geseh dan Bongbang.
Keroncong
Tugu dahulu sering disebut Cafrinho Tugu. Orang-orang keturunan
Portugis (mestizo) telah memainkan musik ini sejak 1661. Pengaruh
Portugis dapat diketahui dari jenis irama lagunya. Misalnya moresko,
frounga, kafrinyo, dan nina bobo. Keroncong Tugu tidak jauh beda dengan
keroncong pada umumnya. Tapi juga bukan sama persis. Keroncong Tugu
berirama lebih cepat. Irama yang lebih cepat ini disebabkan oleh suara
ukulele yang memainkannya digaruk seluruh senanrnya. Sementara keroncong
Solo atau Yogya berirama lebih lambat.
Keroncong
Tugu pada mulanya dimainkan oleh 3 atau 4 orang. Alat musiknya hanya 3
buah gitar, yaitu: gitar Frounga yang berukuran besar dengan 4 dawai,
gitar Monica berukuran sedang dengan 3-4 dawai, dan gitar Jitera yang
berukuran keci dengan 5 dawai. Selanjutnya alat musik Keroncong Tugu
ditambah dengan suling, biola, rebana, mandolin, cello, kempul, dan
triangle. Dulu keroncong ini sering membawakan lagu berirama melankolis,
diperluas dengan irama pantun, irama stambul, irama Melayu, langgam
keroncong, dan langgam Jawa. Syair lagu-lagunya kebanyakan masih
menggunakan bahasa Portugis, yang cara pengucapannya sudah terpengaruh
dialek Betawi Kampung Tugu.
Keroncong
Tugu masih sering pentas pada berbagai tempat dan kesempatan. Di atas
pentas para pemainnya selalu berpenampilan khas: yang laki-laki
mengenakan baju koko putih, celana batik, dan tutup kepala semacam
baret. Mereka juga selalu memakai semacam syal yang melingkari leher.
Sementara yang perempuan memakai kebaya. Tokoh keroncong Tugu saat ini
adalah Samuel Quicko dan Fernando yang memimpin “Moresko Toegoe” di
Kampung Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Mereka berdua dibantu
oleh saudara-saudara mereka, Ester dan Bernado. Sebelumnya ada orang tua
mereka: Oma Kristin (Christine) dan opa Eddy Wasch yang pernah
memperoleh penghargaan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1976.
6. Tanjidor
Musik
tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada
abad ke-14 sampai ke-16. Ahli musik dari Belanda bernama Ernst Heinz
berpendapat tanjidor asalnya dari para budak yang ditugaskan main musik
untuk tuannya. Sejarawan Belanda Dr. F. De Haan juga berpendapat orkes
tanjidor berasal dari orkes budak pada masa kolonial. Alat musik yang
mereka mainkan antara lain: klarinet, piston, trombon, tenor, bas
trompet, bas drum, tambur, simbal, dan lain-lain. Mereka menghibur tuan
mereka saat pesta dan jamuan makan. Ketika perbudakan dihapuskan pada
1860, pemain musik musik, mereka membentuk perkumpulan musik. Lahirlah
perkumpulan musik yang dinamakan tanjidor.
Lagu-lagu
yang dibawakan tanjidor antara lain Batalion, Kramton, Bananas, Delsi,
Was Tak-tak, Welmes, dan Cakranegara. Judul lagu itu berbau Belanda
meski dengan ucapan Betawi. Lagu-lagu tanjidor juga diperkaya dengan
lagu-lagu gambang kromong. Karena itu instrumennya bisa ditambah dengan
tehyan, rebana, beduk, gendang, kecrek, kempul, dan gong.
Pada
era 1950-an orkes tanjidor masih ngamen. Khususnya pada tahun baru
Masehi dan Imlek. Dengan telanjang kaki atau bersandal jepit mereka
ngamen dari rumah ke rumah di kawasan elite, seperti Menteng, Salemba,
dan Kebayoran Baru, daerah-daerah yang banyak dihuni orang Belanda. Pada
tahun baru Cina biasanya tanjidor ngamen lebih lama. Karena tahun baru
Cina dirayakan sampai perayaan Cap Go Meh, yaitu pesta hari ke-15 Imlek.
Tanjidor
berkembang di daerah pinggiran Jakarta, Depok, Cibinong, Citeureup,
Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Di
daerah-daerah itu dahulu banyak terdapat perkebunan dan villa milik
orang Belanda, di mana budak-budak mereka memainkan musik tanjidor untuk
sang tuan. Adapun grup tanjidor yang kini menonjol adalah Putra
Mayangsari pimpinan Marta Nyaat di Cijantung Jakarta Timur dan Pusaka
pimpinan Said di Jagakarsa Jakarta Selatan.
7. Orkes samrah / Sambrah
Orkes
Samrah sering disebut juga Sambrah. Samrah telah berkembang di Jakarta
sejak abad ke-17. Asalnya dari Melayu. Hal itu dimungkinkan karena salah
satu suku yang menjadi cikal bakal orang Betawi adalah Melayu. Samrah
berasal dari kata bahasa Arab “samarokh” yang berarti berkumpul atau
pesta dan santai. Kata “samarokh” oleh orang Betawi diucapkan menjadi
“samrah” atau “sambrah”. Dalam kesenian Betawi, samrah menjadi orkes
samrah dan tonil samrah serta tari samrah.
Orkes
Sambrah adalah ansambel musik Betawi. Instrumen musiknya antara lain
harmonium, biola, gitas, string bas, tamburin, marakas, banyo, dan bas
betot. Dalam menyajikan sebuah lagu, unsur alat musik harmonium sangat
dominan dan kini sudah langka. Maka orkes samrah disebut pula sebagai
orkes harmonium. Orkes ini dimanfaatkan sebagai sarana hiburan dalam
berbagai acara. Lagu-lagu pokoknya berbahasa Melayu seperti Burung
Putih, Pulau Angsa Dua, Cik Minah Sayang, Sirih Kuning, Masmura, Pakpung
Pak Mustape, dan sebagainya. Di samping itu dimainkan juga lagu-lagu
yang khas Betawi, seperti Jali-jali, Kicir-kicir, dan Lenggang-lenggang
Kangkung.
Kostum
yang dipakai pemain samrah ada dua macam: peci, jas, dan kain pelekat
atau baju sadariah dan celana batik. Sekarang ditambah lagi satu model
yang sebenarnya model lama, “jung serong” (ujungnya serong), yang
terdiri dari tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup dengan
panetolan satu warna dan sepotong kain batik yang dililitkan di bawah
jas, dilipat menyerong, ujungnya menyembul ke bawah.
Daerah
penyebaran samrah terbatas di kawasan Betawi Tengah, seperti Tanah
Abang, Cikini, Paseban, Tanah Tinggi, Kemayoran, Sawah Besar dan Petojo.
Masyarakat pendukungnya kebanyakan kelas menengah. Kini popularitasnya
makin surut, meski belakangan Lembaga Kebudayaan Betawi berupaya untuk
membangkitkannya. Terutama membantu kelompok samrah yang paling
representatif yang pernah dipimpin oleh almarhum Harun Rasyid.
Rebana
terbilang kesenian yang cukup populer di Jakarta. Di daerah lain,
terutama di Jawa, alat musik bermembran ini disebut “terbang”. Sebutan
rebana diduga berasal dari kata Arab “robbana” (Tuhan kami). Sebutan ini
muncul karena alat musik ini biasa digunakan untuk mengiringi lagu-lagu
bernafaskan Islam. Lama-kelamaan alat musiknya disebut “rebana”, atau
“robana”, sebagaimana terjadi di daerah Ciganjur, Pondok Pinang dan
sekitarnya. Hampir semua jenis rebana Betawi terdapat di Jakarta Pusat
dan Jakarta Selatan. Selebihnya di Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta
Timur, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan jenis alat, sumber syairnya, wilayah penyebarannya dan latar
belakang sosial pendukungnya, rebana Betawi terdiri atas jenis-jenis
berikut ini:
Rebana Biang
Di
daerah lain rebana jenis ini disebut juga dengan Rebana Gede, Rebana
Salun, Gembyung, dan Terbang Selamet. Disebut rebana biang karena salah
satu rebananya berbentuk besar. Meski bentuknya sama, rebana biang
terdiri dari empat jenis. Yang paling kecil berdiameter 20 cm biasa
disebut ketog; yang bergaris tengah 30 cm disebut gendung; yang sedang
bergaris tengah 60 cm dinamai kotek; yang paling besar bergaris tengah
60—80 cm dinamai biang. Karena bentuknya yang besar, rebana biang
dimainkan sambil duduk dengan cara menyanggahnya dengan telapak kaki dan
lutut.
Bila
cara membawakan rebana jenis lain tampak khidmat dan syair-syairnya
yang berasal dari bahasa Arab diucapkan dengn tajwid dan makhraj yang
bagus, maka kata-kata Arab dalam orkes rebana biang diucapkan dengan
lidah atau dialek setempat. Lagu rebana biang ada dua macam. Pertama,
yang berirama cepat, disebut lagu Arab atau lagu nyalun, seperti Rabbuna
Salun, Allahah, Allah Aisa, Allahu Sailillah, dan Hadro Zikir. Kedua,
yang berirama lambat, disebut lagu rebana atau lagu Melayu, antara lain
Alfasah, Alaik Soleh, Dul Sayiduna, Dul Laila, Yulaela, Sollu Ala
Madinil Iman, Anak Ayam Turun Selosin, Sangrai Kacang.
Kebanyakan
kelompok rebana biang yang lebih dekat dengan kota Jakarta, seperti
rebana biang Ciganjur, lebih banyak memiliki perbendaharaan laku-laku
“dikir” berbahasa Arab atau lagu-lagu berlirik bahasa Betawi, atau
bahasa Sunda, yang bagi senimannya sendiri kurang dipahami artinya.
Sementara kelompok-kelompok rebana biang di daerah pinggiran, seperti
Pondok Rajeg, Cakung, Ciseeng dan Parung dalam pergelaran ada juga yang
menambahkan alat-alat musik lain, seperti terompet, rebab, tehyan,
bahkan biola. Penambahan ini untuk menggantikan lagu-lagu “dikir”. Di
samping untuk mengiringi nyanyian atau “dikir”, rebana biang juga biasa
digunakan untuk mengiringi tarian Blenggo atau “Blenggo Rebana”.
Sementara teater yang biasa diiringi dengan rebana biang adalah Blantek.
Dahulu
grup rebana biang banyak tersebar seperti di Kalibata Tebet, Condet,
Kampung Rambutan, Kalisari, Ciganjur, Bintaro, Cakung, Lubang Buaya,
Sugih Tanu, Ciseeng, Pondok Cina, Pondok Terong, Sawangan, Pondok Rajeg,
Gardu Sawah, Bojong Gede, dan sebagainya. Yang kini masih bertahan grup
rebana biang Pusaka pimpinan Abdulrahman di Ciganjur. Namun personel
grup ini sebagian besar sudah tua. Sebelumnya ada kelomok rebana biang
Kong Sa’anan yang sangat terkenal di era 1950-an karena dipercaya
memiliki “ronggeng gaib” yang mampu menyedot dan menghipnotis penonton
sehingga sukarela bertahan sampai pagi.
Rebana Ketimpring
Sebutan
Rebana Ketimpring mungkin karena adanya tiga pasang “kerincingan”,
yakni semacam kercek yang dipasang pada badannya, yang terbuat dari kayu
yang menurut istilah setempat disebut “kelongkongan”. Tapi tidak semua
rebana berkerincingan disebut rebana ketimpring, ada pula yang bernama
rebana hadroh dan rebana burdah.
Rebana
ketimpring jenis rebana yang paling kecil. Garis tengahnya hanya
berukuran 20 sampai 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga
rebana itu mempunyai sebutan rebana tiga, rebana empat, dan rebana lima.
Rebana lima berfungsi sebagai komando. Sebagai komando, rebana lima
diapit oleh rebana tiga dan rebana empat. Rebana Ketimpring mempunyai
dua fungsi: sebagai Rebana Ngarak dan Rebana Maulid.
Rebana Ngarak
Sesuai
dengan namanya, Rebana Ngarak berfungsi mengarak dalam suatu
arak-arakan. Rebana ngarak biasanya mengarak mempelai pengantin
laki-laki menuju ke rumah mempelai pengantin perempuan. Syair lagu
rebana ngarak biasanya shalawat. Syair shalawat itu diambil dari kitab
maulid Syarafal Anam, Addibai, atau Diiwan Hadroh. Karena berfungsi
mengarak itulah, rebana ngarak tidak statis di satu tempat saja.
Gaya
pukulan rebana ngarak biasanya disesuaikan dengan kesempatan. Misalnya
selama perjalanan pengantin laki-laki menuju rumah pengantin perempuan
biasanya menggunakan pukulan “salamba”. Setelah berada di rumah
pengantin perempuan biasanya digunakan gaya “sadati”. Mungkin berasal
dari kata “syahadatain”, dua kalimat syahadat yang akan diucapkan oleh
pengantin laki-laki di hadapan penghulu.
Rebana
ngarak saat ini berkembang dengan baik. Banyak remaja dan pemuda
mempelajarinya. Dalam grup rebana ngarak dipelajari pula berbalas pantun
dan silat, seperti dalam upacara ngarak pengantin. Grup rebana ngarak
terdapat di berbagai kampung. Misalnya di kampung Paseban, Kwitang,
Karang Anyar, Kali Pasir, Kemayoran, Kayu Manis, Lobang Buaya, Condet,
Ciganjur, Grogol, Kebayoran Lama, Pejaten, Pasar Minggu, Kalibata, dan
lain-lain.
Rebana Maulid
Sesuai
namanya rebana ini berfungsi sebagai pengiring pembacaan riwayat nabi
Muhammad. Kitab maulid yang biasa dibaca Syarafal Anam karya Syaikh
Albarzanji dan kitab Addibai karya Abdurrahman Addibai. Tidak seluruh
bacaan diiringi rebana. Hanya bagian tertentu seperti Assalamualaika,
Bisyahri, Tanaqqaltu, Wulidalhabibu, Shalla ‘Alaika, Badat Lana, dan
Asyrakal. Bagian Asyrakal lebih semangat karena semua hadirin berdiri.
Pembacaan maulid nabi dalam masyarakat Betawi sudah menjadi tradisi.
Pembacaan maulid tidak terbatas pada bulan mulud (Rabiul Awwal) saja.
Setiap acara selalu ada pembacaan maulid. Apakah khiatanan,
nujuhbulanin, akekah, pernikahan, dan sebagainya.
Pukulan
rebana maulid berbeda dengan pukulan rebana ngarak. Nama-nama pukulan
rebana maulid disebut pukulan jati, pincang sat, pincang olir, dan
pincang harkat. Dahulu ada seniman rebana maulid yang gaya pukulannya
khas. Seniman ini bernama Sa’dan, tinggal di Kebon Manggis, Matraman.
Sa’dan memperoleh inspirasi pukulan rebana dari gemuruh air hujan.
Gayanya disebut gaya Sa’dan.
Rebana Hadroh
Pada
umumnya ukuran Rebana Hadroh agak lebih besar dari rebana ketimpring.
Garis tengahnya rata-rata 30 cm. Rebana hadroh terdiri dari tiga jenis.
Pertama disebut Bawa, irama pukulannya cepat, dan berfungsi sebagai
komando. Kedua disebut Ganjil atau Seling dan berfungsi saling mengisi
dengan bawa. Ketiga disebut Gedug yang berfungsi sebagi bas. Karena itu
ada pula yang menyebutnya “rebana gedug”.
Cara
memainkan rebana hadroh bukan dipukul biasa tapi dipukul seperti
memainkan gendang sehingga terdengar agak melodius. Jenis pukulan rebana
hadroh ada empat, yaitu tepak, kentang, gedug, dan pentil. Keempat
jenis pukulan itu dilengkapi dengan naman-nama irama pukulan. Nama irama
pukulan, antara lain irama pukulan jalan, sander, sabu, pegatan, sirih
panjang, sirih pendek, dan bima. Sementara lagu-lagu rebana hadroh
diambil dari syair Diiwan Hadroh dan syair Addibaai. Yang khas dari
pertunjukan rebana hadroh adalah Adu Zikir. Dalam adu zikir tampil dua
grup yang silih berganti membawakan syair Diiwan Hadroh. Grup yang kalah
umumnya grup yang kurang hafal membawakan syair tersebut.
Rebana
hadroh pernah ada di kampung Grogol Utara, Grogol Selatan, Kebayoran
Lama, Kalibata, Duren Tiga, Utan Kayu, Kramat Sentiong, dan Paseban.
Salah seorang tokoh rebana hadroh yang terkenal adalah Mudehir, seorang
tuna netra. Mudehir memiliki keterampilan teknis yang sempurna. Variasi
pukulannya sangat kaya. Bahkan dengan pukulan kakinya pun suara rebana
masih sempurna. Suaranya indah. Daya hafalnya atas syair Diiwan Hadroh
sangat baik. Konon kemampuannya memainkan rebana hadroh terinspirasi
dari suara pekerja pabrik batik yang mengecap kain dengan bertalu-talu.
Mudehir wafat pada 1960. Sepeninggal Mudehir rebana hadroh semakin
surut. Kini rebana hadroh tinggal kenangan.
Rebana Dor
Perbedaan
rebana ketimpring dengan Rebana Dor adalah pada rebana dor terdapat
lubang-lubang kecil pada “kelongkongnya” untuk tempat jari. Mungkin
untuk memudahkan atau agar lebih enak memegangnya. Cara memegang rebana
dor terkadang bertumpu pada lutut kiri kanan. Tangan kiri dan kanan
bebas memukul rebana. Rebana dor adalah rebana yang fleksibel. Rebana
dor dapat dimainkan bersama rebana ketimpring, rebana hadroh, bahkan
dengan orkes gambang.
Ciri
khas rebana dor terletak pada irama pukulan yang tetap sejak awal lagu
sampai akhir. Ciri lain adalah lagu Yaliil, yaitu bagian solo vokal
sebagai pembukaan lagu. Lagu Yaliil mengikuti nada atau notasi lagu
membaca Qur’an, antara lain Shika, Hijaz, Nahawan, Rosta, dan lain-lain.
Syair lagu rebana dor diambil dari berbagai sumber, antara lain
Syarafal Anam, Mawalidil Muhammadiyah, Diiwan Hadroh, Addiibai. Sering
pula dibawakan lagu-lagu dari penyanyi Mesir terkenal seperti Ummi
Kaltzoum. Karena itu pula rebana dor biasa disebut “rebana lagu”.
Rebana
dor lebih banyak persamaannya dengan rebana kasidah. Perkembangan
rebana kasidah sangat pesat sehingga menggeser rebana dor. Lagi pula
rebana kasidah lebih diminati remaja putri. Rebana dor hanya dimainkan
oleh orang-orang tua. Rebana kasidah lebih enak ditonton karena
pemainnya remaja putri. Rebana dor didukung pemain leki-laki yang sudah
berusia lanjut. H. Naiman dari kampung Grogol Utara, Arifin dari kampung
Kramat Sentiong, dan H. Abdurrahman dari kampung Klender adalah
tokoh-tokoh rebana dor. Sayangnya ketiga orang ini tidak mempunyai
penerus. Akibatnya rebana dor tidak berkembang.
Rebana Kasidah
Rebana
Kasidah termasuk yang paling populer. Setiap kampung terdapat grup
rebana kasidah. Rebana kasidah dianggap sebagai perkembanagan lebih
lanjut dari rebana dor. Sejak awal rebana kasidah sudah disenangi,
khususnya oleh remaja putri. Ini yang membuat pesatnya perkembangan
rebana kasidah. Tidak ada unsur ritual dalam penampilan rebana kasidah.
Maka rebana kasidah bebas bermain di mana saja dan dalam acapa apa saja.
Lirik-lirik yang dinyanyikan tidak terbatas pada lirik-lirik berbahasa
Arab, melainkan yang berbahasa Indonesia.
Ada
yang beranggapan kepopuleran rebana kasidah karena ia lazim dimainkan
oleh perempuan. Di masa lalu hampir semua madrasah memiliki kelompok
rebana kasidah. Bahkan di era 1970 sampai 1980-an festival kasidah marak
dilaksanakan. Grup pemenang festival ditampilkan pada acara-acara
penting. Ada pula grup yang merekam lagu-lagu mereka ke dalam pita kaset
dan laris dijual. Penyanyi rebana kasidah yang terkenal adalah Hj.
Rofiqoh Darto Wahab, Hj. Mimi Jamilah, Hj. Nur Asiah Jamil, Romlah
Hasan, dan lain-lain. Menurut catatan Lembaga Seni Qasidah DKI Jakarta
pada 10 tahun lalu jumlah ogranisasi rebana kasidah sekitar 600 kelompok
Rebana Maukhid
Ukuran
jenis rebana ini lebih besar dari rebana hadroh, sekitar 40 cm.
Munculnya jenis kesenian rebana maukhid tidak lepas dari nama Habib
Hussein Alhadad. Habib inilah yang mengembangkan rebana maukhid. Habib
Hussen mempelajari kesenian rebana dari Hadramaut. Rebana maukhid yang
asli hanya dua buah, tapi ia mengembangkannya menjadi empat sampai 16
buah. Profesi sehari-hari Habib Hussein adalah muballig. Untuk lebih
memeriahkan tablig setiap malam Jumat, Habib Hussein menyanyikan
shalawat diiringi rebana. Syair shalawat yang dinyanyikan diambil dari
karya Abdullah Alhadad.
Rebana
maukhid dapat dimainkan tanpa terikat jumlah pemain, tergantung jumlah
pemain dan tempat pertunjukannya, sehingga bisa dimainkan oleh dua,
tiga, empat, bahkan 16 orang. Keberadaan rebana maukhid bukan
semata-mata untuk pertunjukan, tapi sebagai pengis acara tablig. Tidak
ada rancangan khusus berkenaan dengan pementasan. Apalagi rencana
pengembangan dan perluasan wilayah. Rebana maukhid hanya ada di Pejaten,
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kalaupun di daerah lain ada Rebana
Maukhid, mungkin dilakukan oleh murid Habib Hussein Alhadad.
Rebana Burdah
Garis
tengah Rebana Burdah lebih besar dari rebana maukhid, sekitar 50 cm.
Penamaan rebana burdah mungkin karena nama grupnya, yaitu “Burdah Fiqah
Ba’mar” yang dipimpin oleh Sayid Abdullah Ba’mar. Mungkin juga dinamakan
demikian karena biasa membawakan “qaida” (salah satu bentuk puisi Arab)
Alburda yang terdapat di kitab Majemuk atau Mawalid. Rebana jenis ini
hanya ada di Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan dan
dikembangkan oleh Abdullah Ba’mar. Para pemainnya semula berasal dari
keluarga Ba’mar, Amzar, dan Kathum yang kesemuanya merupakan imigran
Arab asal Mesir.
Kehadiran
Firqah Burdah Ba’mar awalnya untuk mengisi waktu luang menjelang atau
sesudah pengajian. Dengan disajikannya rebana burdah, pengajian terasa
lebih meriah dan tidak membosankan. Karena main di forum pengajian,
lagu-lagu yang dinyanyikan diambil dari syair Al-Busyiri yang berisi
puji-pujiab kepada Nabi Muhammad. Pada umumnya lagu-lagu burdah berirama
4/4 dimainkan sambil duduk bersila, sedangkan lagu-lagu yang berirama
lebih cepat biasa disebut “Fansub” dimainkan sambil berdiri.
Orkes
Gambus dahulu dikenal dengan sebutan irama Padang Pasir. Pada tahun
1940-an orkes gambus menjadi tontonan yang disenangi. Bagi orang Betawi,
tanpa nanggap gambus pada pesta perkawinan atau khitanan dan sebagainya
terasa kurang sempurna. Menurut Munif Bahasuan, orkes gambus sudah ada
di Betawi sejak awal abad ke-19. Saat itu banyak imigram dari Hadramaut
(Yaman Selatan) dan Gujarat datang ke Betawi. Jika walisongo menggunakan
gamelan sebagai sarana dakwah, imigram Hadramaut menggunakan gambus.
Peralatan
musik gambus bervariasi, tapi yang baku umumnya terdiri dari gambus,
biola, dumbuk, suling, organ atau akordion, dan marawis. Awalnya orkes
gambus membawakan lagu dengan syair bahasa Arab, seperti Lisaani
Bihamdillah, Yamalaakal Hub, Solla Rabbuna, Asyraqal Badrui dan Syarah
Dala. Kemudian gambus berkembang menjadin sarana hiburan. Ia juga biasa
digunakan untuk mengiringi tarian Japin yang biasa ditarikan oleh
laki-laki berpasangan.
Orkes
gambus tidak bisa dipisahkan dari Syaikh Albar dari Surabaya dan SM
Alaydrus. Kedua orang ini merupakan musisi gambus terkenal pada era
1940-an. SM Alaydrus berhasil mengembangkan orkes harmonium yang pada
erac1950 menjadi orkes Melayu. Syech Albar mempertahankan tradisi
gambus. Sampai 1940-an lagu gambus masih berorientasi ke Yaman Selatan.
Setelah bioskop Alhamra di Sawah Besar banyak memutar film Mesir, lagu
gambus berorientasi ke Mesir. Sehingga nama Umi Kaltzoum, Abdul Wahab,
dan Farid Alatras terkenal dan lagu-lagunya ditiru.
Sampai
era 1950-an orkes gambus makin terkenal. Orkes gambus mengisi siaran di
RRI tiap malam Jumat. Dua grup yang selalu tampil di RRI adalah Orkes
Gambus Al-Wardah pimpinan Muchtar Lutfie dan Orkes Gambus Al-Wathan
pimpinan Hasan Alaydrus. Pada era 1960-an orkes gambus mulai menurun
pamornya. Politik Demokrasi Terpimpin melarang kesenian yang berbau
asing. Di era 1990-an orkes gambus mulai bangkit kembali.di Indonesia.
Malah sempat diadakan lokakarya musik gambus pada 1997 meski hasilnya
belum menggembirakan.
Tokoh
musik gambus di Jakarta yang cukup terkenal adalah Husnu Maad K.H.
Zainal Abidin Alhadad dan Zein Alhadad. Salah satu grup yang terkenal
saat ini adalah Arrominiah pimpinan H. Hendy Supandi.
10. SampyongSampyong sebagai orkes tanpa laras, sampyong merupakan musik rakyat Betawi pinggiran yang paling sederhana dibandingkan dengan musik betawi lainnya. Nama musik ini berasal dari satu alat musik yang bernama Sampyong (semacam kordofan bambu berdawai dua utas). Di Pasundan alat musik ini disebut celembung, di Jawa tengah dinamakan gumbreng dan di Jawa Timur disebut gunlang. Alat musik lainnya adalah sejenis gambang empat bilah terbuat dari bambu kayu dan ancaknya (talam dibuat dari anyaman bambu, lidi atau lidi nyiur) terbuat dari gedebong pisang. Ada pula yang menambahnya dengan dua buah tanduk kerbau yang dibunyikan dengan cara digesek-gesekan.
Orkes
ini biasa digunakan untuk mengiringi pertandingan ujangan, yaitu dua
orang bertanding saling memukul dengan rotan sebesar ibu jari kaki yang
didahului dengan tarian uncul.
Marawis hampir sama dengan rebana yang menggunakan perkusi sebagai alat musik utamanya. Perbedaan dengan rebana terdapat pada jenis dan ukuran alat perkusinya. Jika pada rebana hanya satu sisi kendang yang tertutup maka pada marawis kedua sisinya tertutup kendang.
Nama
Marawis diambil dari nama alat musik yang dipergunakan dalam kesenian
ini. Alat Musik tersebut ada tiga jenis : pertama, perkusi rebana ukuran
kecil bergaris tengah 10 Cm, tinggi 17 Cm dan kedua kendangnya
tertutup. Inilah yang disebut marawis (biasanya paling sedikit digunakan 4 buah). Kedua, perkusi besar (tinggi 50 Cm, garis tengah 10 Cm) yang disebut hadir dengan kedua kendanya tertutup. Ketiga adalah papan tepok.
Marawis
biasanya membawakan lagu atau syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad
SAW dan berbalas pantun. . Seringkali juga dipergunakan dalam
penyambutan tetamu dan mengiringi pengantin dalam atau acara besanan.
TEATER TRADISIONAL BETAWITeater Tradisional Betawi merupakan pertunjukan yang membawakan lakon atau cerita, baik dengan atau tanpa tutur kata. Ondel-ondel dan gemblokan termasuk teater tanpa tutur kata. Sementara teater dengan tutur kata bisa dibedakan antara teater atau lakom yang dituturkan oleh seorang atau lebih, seperti sahibul hikayat, dan teater yang ceritanya dimainkan oleh sejumlah pemain atau boneka seperti wayang dan lenong.
1. Ondel-ondel
2. Gemblokan
3. Gambang Rancag
4. Wayang Kulit
5. Wayang Golek
6. Topeng
7. Lenong
8. Jipeng
9. Jinong
10. Blantek
11. Tonil Samrah
12. Ubrug
13. Wayang Si Ronda
14. Wayang Dermuluk
15. Wayang Senggol
16. Wayang Sumedar
17. Wayang Wong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar